Apa itu Akar Tuli?
Kenapa disebut Akar Tuli?
Kedua pertanyaan tersebut mengawali sesi wawancara dari radio Andalus 91.1 FM pada hari Sabtu, 24 September 2016 tepat pada pukul 15.00 WIB. Rieka Aprilia Hermansyah (bendahara akar tuli) dan Yoga Dirgantara (wakil ketua akar tuli) sebagai perwakilan dari Akar Tuli didampingi 2 orang Volunteer, Rima dan Gadis sebagai Juru Bahasa Isyarat. Aksi Arek Tuli Malang yang disingkat “Akar Tuli” secara resmi berdiri tanggal 13 September 2013. Akan tetapi proses diskusi Arek-Arek Tuli membentuk komunitas Akar Tuli sejak tahun 2012. Penggagas berdirinya Akar Tuli adalah Fikri mahasiswa Tuli jurusan Seni Rupa di UB.
Beragam kegiatan di Komunitas Akar Tuli diantaranya adalah pelatihan bahasa isyarat pada masyarakat umum, salah satunya di CFD. Memberikan informasi mengenai budaya Tuli kepada masyarakat. Selain itu Akar Tuli juga sering diundang perform di organisasi lain.
Sebagian masyarakat umum masih sulit membedakan kata “Tuli” dengan “Tunarungu”. Padahal keduanya memiliki pemahaman yang berbeda. Tunarungu berarti kerusakan atau keadaan sakit, sedangkan kata rungu berarti pendengaran. Orang Tuli itu bukan orang sakit, karena keadaan Tuli bukan sebuah penyakit. Melainkan Tuli adalah sebuah identitas cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sebagai individu ataupun sebuah komunitas orang Tuli sama dengan orang dengar/hearing, hanya cara berkomunikasinya yang berbeda.
Bahasa isyarat adalah akses yang menjembatani komunikasi antara Tuli dengan orang dengar/hearing. Sehingga, Tuli dan orang dengar/hearing dapat setara ketika berinteraksi dalam komunikasi. Terdapat 2 macam bahasa isyarat di Indonesia, yaitu BISINDO dan SIBI. BISINDO adalah bahasa alami yang dipakai pertama kali oleh Tuli. Di Akar Tuli bahasa isyarat yang digunakan adalah BISINDO karena lebih sesuai dengan konsep pembicaran dengan Gesture yang lebih ekspresif. Kemudian pemerintah membuat sponsor dari orang dengar/hearing untuk membuat bahas isyarat yang dicopy dari ASL (American Sign Language).
Tahun 1996 dibuat kamus SIBI oleh orang dengar/hearing dan disebar di berbagai SLB di Indonesia. Para guru yang mengajar di SLB mengajari murid-muridnya dengan bahasa isyarat SIBI. Perbedaan SIBI dengan BISINDO adalah SIBI tata bahasanya menggunakan imbuhan seperti bahasa
Indoesia. Akan tetapi sulit untuk dipahami oleh Tuli karena bentuk gerakan isyaratnya tidak sesuai dengan isyarat alami yang digunakan oleh Tuli.
Anggota di komunitas Akar Tuli semuanya adalah Arek-Arek Tuli. Akan tetapi ada orang dengar/hearing yang bergabung di komunitas Akar Tuli disebut Volunteer. Anggota Akar tuli mengajarkan bahasa isyarat dan memberikan pemahaman mengengai budaya Tuli kepada volunteer. Volunteer bertugas menjadi Juru Bahasa Isyarat ketika Tuli menyalurkan pendapat seperti pada Talkshow di Andalus 91.1 FM. Komunitas Akar Tuli tidak membatasi para Difabel yang lain untuk bergabung menjadi keluarga besar Akar Tuli. Misalnya mas Arif seorang penari hip-hop Tuna Daksa yang menjadi volunteer di Akar Tuli. Kebetulan mas Arif juga sempat diundang ke Hitam Putih di salah acara di stasiun TV.
Bagaimana caranya mendaftar menjadi Volunteer dan apa saja syaratnya?
Tak bersyarat !!
Bagi yang berminat dan berniat menjadi keluarga Akar Tuli sebagai volunteer, kesempatan ini terbuka bagi siapa saja. Sejak awal berdirinya Akar Tuli terdapat beberapa persyaratan bagi calon volunteer. Proses seleksi volunteer dengan cara wawancara dan praktik bahasa isyarat dasar. Namun tahun ini seleksi dan persyaratan volunteer sudah tidak ada. Akar Tuli menerima secara terbuka siapapun orang dengar/hearing yang berminat dan berniat gabung sebagai keluarga besar Akar Tuli.
Ketika kedua Juru Bahasa Isyarat yang bertugas di Talkshow ditanya tentang apa motivasi menjadi volunteer Akar Tuli, Gadis mengungkapkan ketertarikannya belajar bahasa isyarat karena unik. Rima menambahkan bahwa bisa berbagi dengan meminjamkan telinga kepada Tuli untuk mengakses informasi yang sama agar Tuli juga mendapatkan manfaat dari berbagai informasi. Kesulitan yang sering kali dialami oleh volunteer pemula adalah belum terbiasa dengan bahasa isyarat. Seperti yang diungkapkan oleh volunteer Rima dan Gadis. Namun seiring berlalunya waktu dan kebiasaan berkomunikasi serta tidak sungkan bertanya kepada Tuli isyarat yang belum dipahami, akhirnya memudahkan volunteer beradaptasi dengan bahasa isyarat.
Menghadapi diskriminasi dan survive untuk bangkit, Yoga menceritakan pengalaman di tempat kerjanya ketika terjadi salah faham. Karena minimnya kesadaran akan akses bahasa isyarat di tempat kerjanya. Hal tersebut menimbulkan persepsi di kalangan masyaratkat bahwa orang Tuli tidak bisa mandiri karena bergantung padabantuan orang lain dalam memahami komunikasi. Khusunya komunikasi menggunakan suara. Lain kisah pengalaman Rieka ketika naik kereta api tanpa running Text (teks berjalan). Otomatis merasa dirinya merasa kebingungan sudah sampai di Stasiun mana. Apalagi orang yang ditemui untuk bertanya malah kabur. Di Stasiun biasanya pemanggilan tiket juga pakai suara, padahal ini dirasa sulit bagi Tuli. Sama halnya juga pemanggilan antrian di Bank yang menggunakan panggilan suara.
Seharusnya di Rumah Sakit, Bank, atau tempat pelayanan umum lainnya dilengkapi dengan akses visual, gambar, atau running Text yang dapat memudahkan untuk Tuli. Yoga menambahkan pengalamannya ketika di Inggris yang tersedia running text di tempat pelayanan umum. Selain itu resepsionis di Hotel juga bisa berbahasa isyarat. Juga ada lift huruf braile untuk Tunanetra.
Survive dari keterbatasan berproses untuk beraktualisasi diri dapat dibuktikan dengan prestasi yang membanggakan. Seperti pencapaian yang diraih oleh Rieka dan Yoga. Yoga yang pernah mewakili Indonesia mengikuti kompetisi Internasional di London tahun 2014. “Dan mama saya bangga…”begitu dia mengakuinya. Juara dari kompetisi lain juga pernah diraihnya seperti juara 1 SIBI, gerak jalan, daur ulang baju gabung dengan Tuli dan orang dengar/hearing.
Begitupun berbagai prestasi gemilang yang diraih oleh Rieka yang pernah menjuarai lomba melukis, menjuarai tari, tata rias, juga menjadi finalis putra putri Tunarungu Indonesia. Belum lama ini Rieka juga mengikuti kajian Tuli di UI Jakarta. “Kami mendapat motivasi untuk tidak boleh takut membela hak kami. Dan jangan berhenti untuk protes demi perjuangan Tuli” ungkapnya.
Rupanya Talkshow Keluarga Akar Tuli di Andalus 91.1 FM banyak digemari oleh masyarakat terbukti ketika salah satu pendengar berpartisipasi dengan bertanya melalui SMS. “Bagaimana mengembangkan bakat anak Tuli dan cara memberi pendidikan yang benar?” Salah satu cara mendidik anak Tuli dengan memberi pendidikan bilingual. Misalnya tunjukkan sebuah gambar, beritahu nama gambar itu serta gerakan isyaratnya. Berikutnya harapan dan saran untuk pemerintah Indonesia, sudah saatnya memberi akses yang lebih muda bagi Tuli terutama visual. Perusahaan di Indonesia memberi kesempatan bagi Tuli atau Difabel yang lain untuk mendapatkan lapangan kerja.
Perayaan Hari Tuli Internasional (HTI) yang dibuat oleh WFD dengan tema “Dengan Bahasa Isyarat Saya Setara” bertujuan supaya masyarakat umum sadar akan pentingnya bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang dengar/hearing. Bahwa Tuli juga mempunyai hak, budaya, dan dapat bekerjasama dengan yang lain. Terakhir harapan untuk Tuli yang tinggal di Malang jangan menyerah. Tetap belajar mencari ilmu yang baru dan selalu semangat Tuli bisa, karena kami setara !!
__________________________________________________________________________________
Talkshow Keluarga Akar Tuli bersama Andalus 91.1 FM
Pukul 15.00-16.00 WIB
Sabtu 24 September 2016
Written by Retno and Ai
Edited by Gadis
No comments:
Post a Comment