Wednesday, December 11, 2013

Siapa Kami?

Kalau tidak kenal, pasti tidak sayang. Pepatah itu sudah kita tahu sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Dan aku merasa bahwa pepatah itu memang betul. Ketika kita tidak mengenal orang lain, maka tidak heran jika kita mungkin saja merasa aneh, kaku atau bahkan benci terhadap orang itu. perasaan benci yang sebenarnya hanya dari pemikiran sesaat itu aku yakin bisa berubah ketika kamu berusaha mengenal lebih jauh tentang banyak hal. Mungkin kita mulai dari masyarakat tuli. 

Pertama, Saya dan teman-teman saya adalah seorang tuli. TULI! Bukan tuna rungu. Bagi sebagian besar dari kami yang sudah pernah masuk di berbagai organisasi tuli menyadari bahwa kata-kata ‘tuna rungu’ tidak cocok bagi kami. Tuna artinya gangguan atau sakit sementara itu rungu artinya mendengar. Jadi kalau kita gabungkan artinya gangguan atau sakit dalam pendengaran. Betul, kami tidak bisa menangkap informasi dalam hal suara, tapi jika kami disebut seseorang yang sedang sakit adalah hal yang kurang tepat bagi kami. Sakit selalu identik dengan dokter dan obat, atau bagi kami selalu identik dengan terapis dan terapi-terapi yang menyakitkan atau mungkin alat bantu dengar yang terkadang membuat kami pusing. Itulah sebabnya kami selalu menghindari dengan sebutan tuna rungu dan tuna wicara, kami lebih senang menyebut diri kami sebagai TULI!

Kedua, kami tidak bodoh. Kami tidak menyalahkan kalian yang masih sering menyebut kami sebagai tuna rungu, tuna wicara, orang yang bodoh, orang yang selalu bermain dan berbagai kata-kata negatif yang kalian pikirkan tentang seseorang seperti kami. Kami merasa perkataan itu sebenarnya hanya karena pengaruh media yang selama ini menceritakan kehidupan kami sebagai masyarakat yang butuh perhatian khusus dengan kata-kata yang menjadikan seorang hearing menjadi kasihan terhadap kami. Padahal sebenarnya, kami juga memiliki kesempatan berprestasi seperti kami. Tuli juga manusia berpendidikan. Jika kami pintar, kami bisa menjuarai banyak hal. Tetapi jika kami tidak memiliki bakat yang menonjol, kami akan menjadi murid biasa. Sama seperti kalian, masyarakat hearing kan? Jadi jika kami menjadi murid biasa yang minim prestasi, itu bukan karena kami Tuli. 
Ketiga, normal dan tuli itu berbeda. Masyarakat masih berpikir bahwa kami adalah golongan yang berbeda bila dibandingkan dengan masyarakat hearing. Kami seakan terkucilkan dari kehidupan masyarakat ini hanya karena kami menggunakan bahasa yang berbeda. Padahal jika kalian melihat kehidupan kami sehari-hari dengan pemikiran yang netral, kalian pasti melihat bahwa tidak ada perbedaan diantara kalian dan kami. Kalian, masyarakat hearing menggunakan bahasa verbal atau oral untuk berkomunikasi, sementara kami, masyarakat tuli menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Kalian, masyarakat hearing mengikuti pendidikan sesuai kurikulum pemerintah, mengikuti UAN untuk lulus, UAS untuk naik kelas dan ujian masuk untuk masuk perkuliahan. Sementara kami, masyarakat tuli juga mengikuti semua yang kalian lalui itu. 

Kami pikir masih banyak pandangan yang sebenarnya hanya mitos mengenai seseorang yang memiliki ketulian. Pernyataan di atas juga tak harus memaksa kalian untuk langsung mencintai tuli karena kami pikir semua itu hanya masalah waktu. Seperti yang kami katakan di awal, tak kenal maka tak sayang. Semakin kalian tak mengenal tentang kami, maka kalian akan semakin tak sayang pada kami atau bahkan membenci kami. Ini bukan masalah kalian saja yang harus bergerak. Kami juga sedang bergerak. Kami tidak ingin selalu dikucilkan dan mengucilkan diri. Kami sekarang sedang bergerak untuk menyebarkan informasi sebenarnya mengenai tuli kepada masyarakat hearing. Kami percaya bahwa kita, kami dan kalian diciptakan oleh Allah sang Maha Sempurna dan Maha Pengasih. Jadi saling mengasihilah kita karena kasih sayang lah yang menjadikan kita sebagai manusia yang saling menyayangi. 
Terima kasih.

No comments:

Post a Comment